
Komisioner Komnas HAM RI, Beka Ulung Hapsara menilai kebijakan baru pemerintah yang mensyaratkan PCR 2 X 24 jam memberatkan. Kebijakan ini berlaku bagi penumpang pesawat terbang. Apalagi untuk perjalanan singkat 2 sampai 3 hari.
Beka mengatakan rencananya Jum'at pagi besok ia akan terbang ke Surabaya dan kembali ke Jakarta pada Sabtu malam. Setelah itu Senin pagi keesokannya ia juga akan kembali lagi ke Surabaya untuk berkegiatan di Jawa Timur selama seminggu. Supaya bisa terbang besok pagi, lanjut dia, maka hari ini ia harus melakukan PCR.
Celakanya, kata dia, masa berlakunya PCR tidak cukup sebagai syarat terbang kembali Jakarta. Sehingga sesampainya di Surabaya ia harus melakukan PCR lagi. Beka mengatakan kebijakan tersebut bertambah ruwet karena PCR yang kedua tersebut tidak berlaku juga sebagai syarat penerbangan pada Senin keesokan harinya.
Belum lagi, lanjut dia, kalau bicara soal biaya dan akses. Menurutnya biaya PCR masih bisa diturunkan lagi sehingga lebih terjangkau dan bukan hanya sebagai syarat terbang tetapi juga untuk kepentingan 3T (Test, Tracing dan Treatment). "Syarat PCR 2 x 24 jam juga memberatkan karena tidak semua daerah dengan rute penerbangan punya laboratorium yang memberikan layanan cepat hasil PCR," kata Beka.
Ia menceritakan pengalaman kawannya yang dua bulan lalu berlibur ke satu lokasi wisata. Saat itu, kata dia, spesimen PCR kawannya tersebut bahkan harus dikirim dulu ke daerah lain sehingga butuh waktu lebih lama. Karena alasan alasan di atas, ia mengaku setuju dengan sikap dan pendapat anggota Wakil Ketua Komisi IX DPR Nihayatul Wafiroh yang menilai kebijakan PCR 2 x 24 jam tersebut harus dibatalkan.
"Diganti dengan kebijakan lain tanpa harus meninggalkan kewaspadaan kita akan potensi naiknya penyebaran Covid 19," kata Beka Sebelumnya, pemerintah memperbaharui syarat penerbangan yakni tak mengizinkan penggunaan tes rapid antigen, melainkan pelaku perjalanan udara ke depannya hanya diperbolehkan tes PCR. Aturan itu tertuang dalam Instruksi Mendagri (Inmendagri) Nomor 53 Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat Level 3, Level 2, dan Level 1 Corona Virus Disease 2019 di Wilayah Jawa dan Bali.
Padahal pada aturan sebelumnya, syarat keterangan negatif Covid 19 dengan tes rapid antigen bisa dilakukan bagi penumpang yang sudah vaksin dua dosis dan melakukan perjalanan udara antar bandara di Jawa Bali. Sementara bagi yang baru vaksin dosis pertama dan melakukan perjalanan udara antar bandara di Jawa Bali, wajib tes PCR. Selain itu, wajib tes PCR juga berlaku untuk seluruh penumpang yang berkaitan dengan bandara di luar Jawa Bali.
Maka seiring dengan terbitnya Inmendagri 53/2021, selain harus menunjukkan kartu vaksin minimal dosis pertama, tes PCR kedepannya menjadi syarat wajib bagi seluruh pelaku perjalanan udara, baik yang sudah vaksin dosis pertama maupun kedua. Namun Kemenhub menyatakan, syarat perjalanan yang saat ini berlaku masih merujuk pada aturan lama. Artinya, meski Inmendagri telah terbit tapi perubahan aturan di lapangan masih belum diberlakukan.
Juru Bicara Kemenhub Adita Irawati menyatakan, perlu waktu untuk membuat petunjuk teknis dalam bentuk SE yang mengacu pada Inmendagri terbaru. Oleh sebab itu, ia memastikan jika ketentuan terbaru telah terbit maka akan segera disampaikan ke masyarakat. "Jika ada ketentuan yang baru, kami akan mengumumkan secara resmi kepada masyarakat dan akan memberi waktu kepada operator penerbangan dan bandara untuk menyesuaikan dengan ketentuan tersebut," kata Adita dalam keterangannya dikutip Rabu (20/10/2021).